www.bukudiskon.com/img/p/20402-1743-large.jpg&imgrefurl |
A.
Identitas Buku
Nama
Pengarang : John Holt
Nama
Penerbit : Erlangga
Tahun
Terbit : 30 November 2011
Jumlah
Halaman : 310 halaman
Harga :
Rp. 75. 000,-
B.
Latar
Belakang
Salah
satu cara agar mendapatkan cara untuk hidup lebih baik adalah melalui proses
pendidikan. Betapa beruntung anak yang dapat memperoleh pendidikan di lembaga
pandidikan formal atau sekolah, karena banyak anak yang menginginkan duduk di
bangku pendidikan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk itu. Pada kenyataannya
tidak semua anak yang duduk di bangku pendidikan dapat menggapai kesuksesan,
sebagian dari anak-anak tersebut mengalami kegagalan.
Kegagalan tersebut dapat dilihat
dari banyaknya siswa yang tidak bermoral yang sering membuat kekacauan, seperti
maraknya kasus geng motor yang mayoritas anggotanya adalah pelajar yang masih
duduk di bangku sekolah, lebih fatalnya lagi anggota geng motor tersebut kerap
melakukan tindak pidana, seperti kasus-kasus yang ditulis oleh Andri Haryanto
dalam situs detikNews.com “Aksi kebrutalan geng motor terjadi pada Jumat (6
April 2012) dini hari lalu. Seorang warga di Pondok
Indah, Kebayoran Lama, Jaksel bernama Rahmad Gunawan meregang nyawa setelah
dikeroyok oleh sejumlah pemuda bermotor. Aksi tersebut dilakukan karena dendam
pelaku terhadap korban. Kemudian pada Sabtu (7 April 2012) lalu, empat orang
remaja, satu di antaranya tewas dengan kondisi mata tertusuk di SPBU Shell,
Jalan Danau Sunter, Jakarta Utara. Mereka dikeroyok oleh lebih dari 15 orang
pemuda berbadan tegap dan berambut cepak yang ditengarai polisi merupakan
anggota geng motor. Kasus lainnya terjadi pada Minggu (8 April 2012) dini hari
lalu, empat orang warga dikeroyok oleh sekitar 30 pemuda berambut cepak di
Jalan Benyamin Sueb, Kemayoran, Jakpus. Kelompok yang menumpang 15 motor lebih
ini juga melakukan aksi pembakaran motor”.
Menurut Peter Kline (Hernowo : 15)
sekolah harus menjadi ajang kegiatan yang paling menyenangkan disetiap kota dan
anak-anak akan sangat cepat belajar jika mereka dibimbing untuk menemukan sendiri
prinsip-prinsip belajar tersebut. Dave Meier
(Hernowo : 17) juga menyatakan bahwa menyenangkan atau membuat suasana belajar
dalam keadaan gembira bukan berarti menciptakan suasana rebut dan hura-hura,
kegembiraan dalam hal ini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh,
serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaan mater yang dipelajari, dan nilai
yang membahagiakan pada diri siswa. Tetapi pada kenyataannya sekolah tidak
menjadi tempat yang menyenangkan bagi siswa. Hal ini terjadi, karena saat duduk
di bangku sekolah para siswa tidak dibina secara serius sesuai bakat yang
dimiliki, sebaliknya siswa dijejali dengan berbagai mata pelajaraan yang belum
tentu akan terpakai di masa yang akan datang.
Kasus yang lebih mengerikan dari
geng motor adalah kasus seks bebas yang dilakukan oleh pelajar. Faktanya
hasil riset Synote (2004) yang menunjukkan bahwa di empat kota yakni Jakarta,
Surabaya, Bandung, dan Medan, dari 450 responden, 44% mengaku berhubungan seks pertama kali pada usia 16-18 tahun. Bahkan
ada 16 responden yang mengenal seks sejak umur 13-15 tahun. Sebanyak 40%
responden melakukan seks di rumah, 26 % dikos, dan 20% lainnya di hotel.
Hasil survey ini seakan menjustifikasi Survei Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) terhadap 2.880 remaja usia 15-24 tahun di enam kota
di Jawa Barat pada tahun 2002, yang ternyata juga menunjukkan angka yang
menyedihkan. Didapatkan data bahwa 39,65% dari mereka mengaku pernah
berhubungan seks sebelum nikah (http://www.umm.ac.id)
Fenomena seperti itu tentu harus
mendapatkan perhatian serius dan solusi yang baik untuk menanganinya, baik dari
orang tua, pihak lembaga pendidikan maupun dari masyarakat. Tetapi
pada kenyataannya kasus seperti ini dianggap hal yang tidak serius dan
berdampak pada kegagalan siswa yang terus-menerus terjadi.
C.
Resume
Buku
MENGAPA SISWA GAGAL?
John Holt menuliskan pengalamannya selama ia
mengajar, dan melalui catatan pengalamannya itulah ia menganalisis
berbagai penyebab kegagalan siswa dalam
menerima pelajaran yang diajarkan oleh guru. Melalui catatan tersebut, penyebab
kegagalan siswa dapat disimpulkan dan ditanggulangi oleh guru dan calon guru
saat ini. Ketika muncul pertanyaan “mengapa siswa gagal?”, munculah jawaban
yang sangat beragam dan umumnya kesalahan ini terletak pada orang-orang yang
berkutat dalam lembaga pendidikan formal atau sekolah. Hal-hal yang menyebabkan
siswa gagal diantaranya :
1. Pengertian
yang salah mengenai intelegensi
Ketika membicarakan intelegensi, yang tersirat dalam
pikiran banyak orang adalah nilai dari hasil suatu tes atau kemampuan
berprestasi yang bagus di sekolah, hal inilah yang dianggap penting bagi
kebanyakan orang. Intelegensi sesengguhnya tidak berfokus pada seberapa besar
pengetahuan mengenai cara bertindak, melainkan cara berprilaku ketika tidak
tahu apa yang harus dilakukan. Orang yang disebut intelegen adalah orang yang
ketika gagal menaklukan sesuatu, tidak akan merasa malu atau takut akan
kesalahan-kesalahannya, melainkan mengambil pelajaran dari hal tersebut.
2. Menanamkan
rasa takut pada anak
Sering kali anak ditakut-takuti dengan hal yang
absurd, hal ini secara tidak langsung telah merusak kapasitas intelektual dan
kreativitas anak. Terkadang anak akan merasa takut karena tidak melakukan apa
yang diinginkan pihak lain, takut melakukan kesalahan, takut gagal, takut salah
dan lain sebagainya. Bahkan sering kali rasa takut yang sudah terbebtuk dalam
diri anak justru dimanfaatkan untuk memanipulasi anak agar melakukan hal yang
diperintahkan.
3. Perusakan
minat belajar dan kecintaan belajar tanpa pamrih
Sekolah tidak menjadi tempat yang menenangkan untuk
anak, justru malah menjadi tempat yang menjemukan untuk anak. Anak dibuat bosan
karena hari-harinya dipenuhi oleh tugas-tugas yang menumpuk dan berulang-ulang,
padahal hal ini tidak menarik perhatian atau membangkitkan intelegensi anak.
Orang tua dan guru berpendapat bahwa hal membosankan tersebut merupakan
persiapan untuk hidup yang lebih baik kelak. Lebih fatal lagi, tugas-tugas
tersebut harus dikerjakan dengan benar untuk setiap jawabannya. Dengan waktu
yang tidak banyak sementara tugas yang menumpuk, memaksa anak untuk mengerjakan
secara kilat, dengan cara seperti itu anak dibiasakan hanya sedikit menggunakan
kapasitas berpikirnya. Anak-anak telah dipaksa sejak kecil untuk belajar agar
memperoleh ganjaran-ganjaran seperti nilai 100, nilai A, bintang emas, dan yang
lainnya. Dengan cara seperti itu secara tidak langsung mendorong anak untuk
merasakan bahwa tujuan bersekolah adalah tidak lebih untuk mendapakan nilai
yang baik, hal I ni akan merusak kecintaan belajar tanpa pamrih pada anak.
4. Pengajaran
yang salah
Salah satu contoh dari pengajaran yang salah adalah,
ketika mempelajari geografi salah satu Negara, anak malah diperintahkan atau
diajarkan bernyanyi lagu kebangsaan Negara tersebut. Contoh lainnya, doktrin
sekolah yang menyatakan bahwa dengan menggambarkan soal pecahan, siswa dapat
mengilustrasikan usaha mereka, meningkatkan tingkat pemahaman mereka mengenai
soal pecahan dan menyelesaikan soal pecahan yang mereka kerjakan tanpa
melakukan kesalahan. Nyatanya, siswa membutuhkan teori yang lebih dari
‘menggambarkan dengan gambar’, mereka membutuhkan contoh-contoh soal dengan
penyelesaian yang rinci dan jelas. Bukan meraba-raba dalam air berlumpur tanpa
tahu pasti apa yang harus didapatkan. Guru juga kerap hanya memberikan teori
tanpa praktek dan terkadang secara tidak langsung guru menyebabkan siswa
menjadi verbalism. Para pendidik terus-menerus mengajarkan hal yang yang tidak
masuk akal, ambigu atau bahkan kontradiktif.
5. Ketidakjujuran
seorang guru
Guru terkadang membohongi anak saat anak tersebut
mengajukan pertanyaan yang kurang dikuasai oleh guru. Selain itu guru sering
menyebutkan bahwa dirinya menyayangi seluruh anak dikelas, tapi pada
kenyataannya guru menunjukkan kasih sayang yang lebih pada beberapa anak dalan
kelas tersebut.
Di dunia pendidikan yang terjadi sampai sekarang
ini, ketika akan diadakannya ujian nasional, guru yang memberitahu jawabannya. Bagi guru itu satu-satunya cara mendapatkan presentase
nilai yang pantas atau bahkan di atas batas kelulusan. Dapat dikatakan yang
kebanyakan guru inginkan dan hargai bukanlah pengetahuan dan pemahaman tetapi
penampakan luarnya saja, dapat dilihat ketika suatu sekolah berhasil meluluskan
100% siswanya, dengan bangganya kepala sekolah mengumumkan kelulusan sekolahnya
100%. Tentu saja dapat menaikan reputasi sekolah dihadapan sekolah lain. dengan
bangganya ketika orang memberikan pujian faktanya dibalik kesuksesan terdapat
ketidak jujuran. Dan ini yang membuat pendidikan di Indonesia semakin buruk.
Tidak hanya dalam ujian nasional saja, ketika melakukan ujian sekolah pun untuk
mendapatkan presentase nilai yang pantas
dengan mengumumkan jadwal ulangan, menceritakan dengan detil materi yang akan
muncul, dan memberitahukan dari awal macam-macam pertanyaan yang akan
diberikan, faktanya dimana-mana guru melakukan hal yang sama, padahal guru
menyadari apa yang dilakukannya tidaklah
benar, tetapi guru memiliki ketidak beranian untuk menjadi orang pertama yang
menghentikannya. Guru beranggapan itu tidak terlalu menjadi masalah, tentu saja
sangatlah keliru, hal itu merupakan masalah
besar, sangat merugikan para siswa, dengan pemahaman ‘’jujur itu tidak
penting’’, dan sangat merugikan bagi siswa yang benar-benar berusaha paham,
siswa yang tidak puas dengan mengetahui jawaban saja. Melalui peristiwa ini,
teknik yang baik untuk mengajar ajari kemudian ujikan dengan tidak memberitahu
jadwal ujian.
6. Perumusan
pengetahuan yang dianggap esensial
Pengetahuan
yang esensial dirumuskan dalam kumpulan gagasan yang dikenal dengan kurikulum.
Padahal pada kenyataannya pengetahuan itu sendiri berubah. Banyak hal yang
dipelajari anak di sekolah akan terbukti tidak benar beberapa tahun kemudian.
Di sekolah, anak dijejali berbagai macam pengetahuan dari masing-masing pelajaran,
padahal tidak semua anak minat terhadap pengetahuan-pengetahuan tersebut, dan
tidak ada yang dapat menentukan secara pasti pengetahuan macam apa yang akan
dibutuhkan beberapa tahun kedepan. Sekolah harus dijadikan sebagai tempat yang
dapat memuaskan rasa ingin tahu anak, mengembangkan kemampuan dan talentanya,
mengejar minatnya dan merasakan keragaman kehidupan. Seharusnya pendidik
berusaha mendidik anak agar mencintai pembelajaran dan belajar dengan baik
sehingga anak mampu mempelajari apa saja yang perlu dipelajari.
7. Rasa
iba yang salah terhadap siswa
Ubah cara pandang guru terhadap siswa seakan siswa
tidak mampu mencari sendiri, semua anak cerdas, berhati-hatilah agar tidak
menghambat kecerdasannya. Guru hanya perlu menarik perhatian siswa, menuntunnya
dan mengawasinya berjalan sendiri.
8. Kurangnya
kepekaan guru terhadap kesalahannya
Setelah mengerti bahwa cara guru mengajar akan sangat membantu para siswa, atau
mungkin malah tidak berguna sama sekali, dan sebagian lagi bahkan benar –benar
merugikan, seharusnya guru mengetahui mengenai cara yang mana dan dalam situasi
apa. Inilah tugas terpenting guru khususnya yang memiliki siswa yang masih
berusia muda, yaitu membuat mudah diakses
suatu bagian dunia atau
pengalaman manusia yang menarik, menggembirakan, penuh makna, transparan, dan
secara emosial. Adapula guru yang melakukan pengajaran yang menimbulkan
ketegangan. Perasaan tegang ini akan mengganggu kenyamanan para siswa, dan
sering kali guru tidak mampu mencairkan ketegangan tersebut.
Kesalahan
lainnya yang tidak disadari guru adalah kurangnya pengawasan terhadap siswa
yang berbuat curang atau mencontek, bakan anak yang pintar pun terkadang
memanfaatkan citra pintarnya untuk mengelabui guru dalan ujian, ketika mendapat
nilai yang baik, seolah-olah anak tersebut yang mengerjakannya secara jujur.
Faktanya banyak kesalahan yang terjadi dengan keseluruhan struktur sekolah.
Dalam suatu peristiwa ada seorang guru terbaik yang berada di sekolah terbaik.
dengan tingkat kecerdasan, pendidikan dan berpengetahuan luas, memiliki latar
belakang akademis yang baik. Ketika mengajar di suatu kelas, dan guru tersebut
memberikan soal. Setelah anak-anak selesai mengerjakan soal, seorang anak
membacakan jawabannya, tidak lama kemudian ada anak lain yang mengangkat tangannya.
Sebelum anak itu membacakan jawabannya, guru tersebut telah menyanggah
jawabannya dengan berkata “ saya tidak ingin mendengar jawaban yang salah”.
Anak tersebut tidak berkata apa-apa lagi. Selama dua puluh tahun guru
pengalaman guru tersebut mengajar. Apa yang membuat guru seperti itu dikatakan
guru yang baik? tidak pernah terpikir olehnya akan berharga baginya untuk
mendengar jawaban yang salah, dengan harapan mendapat kesempatan untuk
mempelajari dan mengetahui mengapa kesalahan itu terjadi. Faktanya dalam
pendidikan, jika kita ingin melihat, kita dapat menemukan banyak jawaban yang
salah. Dalam kehidupan nyata inilah yang terjadi, ketika semua jawaban ujian
yang dinilai dengan menggunakan mesin, akan langsung menandai jawaban sebagai
jawaban yang salah, tanpa mempelajari mengapa kesalahan itu terjadi.
9. Kebiasaan
buruk para siswa
Terkadang ada siswa yang ingin menonjolkan diri di
mata gurunya sambil memojokkan rekan-rekan mereka, adalah ‘pengadu’ yang hebat.
Masing-masing dari mereka mengatakan hal yang kurang baik dari temannya sendiri
hanya untuk terlihat lebih menonjol dibandingkan teman-temanya yang lainnya. Masalah
lain yang seringkali timbul dalam proses pembelajaran di dalam kelas adalah
kegaduhan atau suara-suara bising dari peserta didik, sebenarnya hal seperti
itu banyak memberi siswa kesempatan
untuk bergaul satu sama lain. Tetapi mereka akan menjadi sangat bersemangat
sehingga sering menjadi sangat gaduh. Pada saat seperti itu guru harus mampu
menentukan suatu cara untuk mengendalikan suasana kegaduhan yang terjadi karna
guru terkadang perlu ketenangan ketika akan menyampaikan suatu hal atau
menjelaskan sesuatu.
10. Ketidaknyamanan
siswa yang tidak disadari guru
Faktanya
yang terjadi dalam dunia pendidikan hingga sekarang ini, sekolah menjadi tempat
terpuruk bagi anak. Dapat diartikan anak tidak dapat mengekspresikan
kebebasannya, seperti anak yang baru berusia satu, dua sampai tiga tahun mereka
melakukan segala yang mereka lakukan dengan sepenuh hati. Mereka bebas
berekspresi dan menikmatinya, hal ini yang membuat mereka belajar dengan sangat
cepat dan menjadikan dunia sebagai sahabatnya. Berbeda dengan keadaan
pendidikan yang sampai sekarang ini membuat anak patuh kepada guru, memaksakan
mereka agar mendengarkan kita,menatap wajah guru, dengan sikap duduk yang baik,
tangan berada diatas meja, saat itu anak merasa dipaksa agar mereka mematuhi
aturan yang ada di kelas, tetapi faktanya pikiran mereka entah kemana, mereka
lebih fokus terhadap apa yang menurut mereka menarik. Terlihat anak sedang mengenakan
topeng dengan berakting berpura-pura menyenangkan gurunya, dengan memperhatikan
tanpa mengerti dan memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan tidak
menunjukkan kemampuan dan kecerdasan mereka. Dilihat dari kasus ini, perhatian
anak harus dipancing dan ditangkap. Guru harus memiliki strategi untuk mengajar
agar proses pembelajaran berlangsung secara menarik. Karena perhatian anak
sangatlah penting, agar anak mudah memahami materi yang disampaikan guru.
Anak-anak datang ke sekolah dengan segala keingintahuan. Untuk anak kelas satu,
dua, hingga tiga anak akan lebih aktif untuk bertanya, dan guru akan dibanjiri
dengan pertanyaan tetapi untuk kelas lima hingga enam guru tidak akan dibanjiri
pertanyaan seperti kelas rendah. Mereka tidak memiliki pertanyaan bahkan tidak
ada keinginan untuk bertanya. Citra diri dan rasa malu membuat anak tidak ada
keinginan untuk bertanya. Kebosanan serta perlawanan boleh jadi penyebab
kebodohan dan ketakutan yang dialami anak di sekolah. Dapat diambil peristiwa
ketika anak diberi tugas oleh guru, boleh jadi karena rasa takut, entah mau
melakukannya tetapi bosan, anak akan mengerjakan tugas yang diberikan guru
dengan perhatian, tenaga, intelegensi minimal. Dan ini akan menjadi suatu
kebiasaan yang dilakukan oleh anak.
11. Kekerasan
dalam kelas
Fenomena
mengerikan yang juga sering terjadi pada lembaga formal adalah pemukulan anak
di dalam kelas, bahkan ada yang harus dilarikan ke rumah sakit karena luka
pukulan yang parah. Untuk tingkatan sekolah yang lebih tinggi malah diadakan
seremoni pelecehan yang terjadi pada tahun-tahun awal sekolah. Hal ini akan
menyebabkan munculnya rasa takut dan penurunan mental pada anak. Kekerasan yang
terjadi tidak hanya kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan mental, ratusan
orang mulai dari para guru, asisten mengajar, orang tua yang mengajar anak-anak
mereka sendiri, bahkan siswa itu sendiri telah banyak yang menginformasikan
mengenai seringnya mereka, bahkan juga sangat sering lagi dari guru itu
sendiri, melontarkan ejekan kepada siswa yang agak tertinggal dalam pelajaran.
Kebanyakan siswa di sekolah cenderung takut akan olok-olok dan ejekan dari
teman-temannya serta olok-olok dari guru mereka sendiri atau yang sekarang
lebih di kenal dengan istilah bullying. Namun
pada kenyataanya kebanyakan guru tidak memperhatikan hal ini, mereka
beranggapan mengapa harus repot-repot mengurusi satu siswa yang menjahari siswa
lainnya, sedangkan banyak hal lain yang harus guru tersebut kerjakan. Bahkan
pernah terjadi seorang siswi berumur 10 tahun ia menjadi korban dari
persekongkolan dari teman-teman sebaya nya, ia di acuhkan dan sama sekali tidak
mengajaknya bicara selama berminggu-minggu. Dan ternyata kejadian ini lepas
dari pengamatan guru tersebut.
D.
Kesimpulan
Buku yang berjudul “Mengapa Siswa Gagal” karya John
Holt ini sangat bermanfat bagi perkembangan pendidikan agar lebih baik,
terutama bagi seorang pendidik. Buku karya John Holt ini sangat disarankan
untuk dibaca oleh orang-orang yang terjun dalam dunia pendidikan. Buku ini
memuat kasus-kasus dalam dunia nyata yang dapat membuat pembaca mudah memahami
kesalahan apa yang menyebabkan kegagalan yang dialami siswa.
Kesalahan-kesalahan tersebut diantaranya ; Pengertian yang salah mengenai
intelegensi, menanamkan rasa takut pada anak, Perusakan minat belajar dan
kecintaan belajar tanpa pamrih, pengajaran yang salah, ketidakjujuran seorang
guru, perumusan pengetahuan yang dianggap esensial, rasa iba yang salah pada
siswa, kurangnya kepekaan guru terhadap kesalahannya, kebiasaan buruk para
siswa, ketidaknyamanan siswa yang tidak disadari guru, kekerasan dalam kelas.
1 komentar:
thanks sudah meresume....
Posting Komentar