Sabtu, 02 Juni 2012

LAPORAN RESUME BUKU 'Mengapa Siswa Gagal' karya John Holt

Diposting oleh littlecloud di 01.09
www.bukudiskon.com/img/p/20402-1743-large.jpg&imgrefurl


A.    Identitas Buku
Nama Pengarang         : John Holt
Nama Penerbit            : Erlangga
Tahun Terbit               : 30 November 2011
Jumlah Halaman          : 310 halaman
Harga                          : Rp. 75. 000,-

B.     Latar Belakang
            Salah satu cara agar mendapatkan cara untuk hidup lebih baik adalah melalui proses pendidikan. Betapa beruntung anak yang dapat memperoleh pendidikan di lembaga pandidikan formal atau sekolah, karena banyak anak yang menginginkan duduk di bangku pendidikan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk itu. Pada kenyataannya tidak semua anak yang duduk di bangku pendidikan dapat menggapai kesuksesan, sebagian dari anak-anak tersebut mengalami kegagalan.
            Kegagalan tersebut dapat dilihat dari banyaknya siswa yang tidak bermoral yang sering membuat kekacauan, seperti maraknya kasus geng motor yang mayoritas anggotanya adalah pelajar yang masih duduk di bangku sekolah, lebih fatalnya lagi anggota geng motor tersebut kerap melakukan tindak pidana, seperti kasus-kasus yang ditulis oleh Andri Haryanto dalam situs detikNews.com “Aksi kebrutalan geng motor terjadi pada Jumat (6 April 2012) dini hari lalu. Seorang warga di Pondok Indah, Kebayoran Lama, Jaksel bernama Rahmad Gunawan meregang nyawa setelah dikeroyok oleh sejumlah pemuda bermotor. Aksi tersebut dilakukan karena dendam pelaku terhadap korban. Kemudian pada Sabtu (7 April 2012) lalu, empat orang remaja, satu di antaranya tewas dengan kondisi mata tertusuk di SPBU Shell, Jalan Danau Sunter, Jakarta Utara. Mereka dikeroyok oleh lebih dari 15 orang pemuda berbadan tegap dan berambut cepak yang ditengarai polisi merupakan anggota geng motor. Kasus lainnya terjadi pada Minggu (8 April 2012) dini hari lalu, empat orang warga dikeroyok oleh sekitar 30 pemuda berambut cepak di Jalan Benyamin Sueb, Kemayoran, Jakpus. Kelompok yang menumpang 15 motor lebih ini juga melakukan aksi pembakaran motor”.
            Menurut Peter Kline (Hernowo : 15) sekolah harus menjadi ajang kegiatan yang paling menyenangkan disetiap kota dan anak-anak akan sangat cepat belajar jika mereka dibimbing untuk menemukan sendiri prinsip-prinsip belajar tersebut. Dave Meier (Hernowo : 17) juga menyatakan bahwa menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam keadaan gembira bukan berarti menciptakan suasana rebut dan hura-hura, kegembiraan dalam hal ini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaan mater yang dipelajari, dan nilai yang membahagiakan pada diri siswa. Tetapi pada kenyataannya sekolah tidak menjadi tempat yang menyenangkan bagi siswa. Hal ini terjadi, karena saat duduk di bangku sekolah para siswa tidak dibina secara serius sesuai bakat yang dimiliki, sebaliknya siswa dijejali dengan berbagai mata pelajaraan yang belum tentu akan terpakai di masa yang akan datang.
            Kasus yang lebih mengerikan dari geng motor adalah kasus seks bebas yang dilakukan oleh pelajar. Faktanya hasil riset Synote (2004) yang menunjukkan bahwa di empat kota yakni Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan, dari 450 responden, 44% mengaku berhubungan seks pertama kali pada usia 16-18 tahun. Bahkan ada 16 responden yang mengenal seks sejak umur 13-15 tahun. Sebanyak 40% responden melakukan seks di rumah, 26 % dikos, dan 20% lainnya di hotel. Hasil survey ini seakan menjustifikasi Survei Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terhadap 2.880 remaja usia 15-24 tahun di enam kota di Jawa Barat pada tahun 2002, yang ternyata juga menunjukkan angka yang menyedihkan. Didapatkan data bahwa 39,65% dari mereka mengaku pernah berhubungan seks sebelum nikah (http://www.umm.ac.id)
            Fenomena seperti itu tentu harus mendapatkan perhatian serius dan solusi yang baik untuk menanganinya, baik dari orang tua, pihak lembaga pendidikan maupun dari masyarakat. Tetapi pada kenyataannya kasus seperti ini dianggap hal yang tidak serius dan berdampak pada kegagalan siswa yang terus-menerus terjadi.

C.    Resume Buku

MENGAPA SISWA GAGAL?
John Holt menuliskan pengalamannya selama ia mengajar, dan melalui catatan pengalamannya itulah ia menganalisis berbagai  penyebab kegagalan siswa dalam menerima pelajaran yang diajarkan oleh guru. Melalui catatan tersebut, penyebab kegagalan siswa dapat disimpulkan dan ditanggulangi oleh guru dan calon guru saat ini. Ketika muncul pertanyaan “mengapa siswa gagal?”, munculah jawaban yang sangat beragam dan umumnya kesalahan ini terletak pada orang-orang yang berkutat dalam lembaga pendidikan formal atau sekolah. Hal-hal yang menyebabkan siswa gagal diantaranya :
1.      Pengertian yang salah mengenai intelegensi
Ketika membicarakan intelegensi, yang tersirat dalam pikiran banyak orang adalah nilai dari hasil suatu tes atau kemampuan berprestasi yang bagus di sekolah, hal inilah yang dianggap penting bagi kebanyakan orang. Intelegensi sesengguhnya tidak berfokus pada seberapa besar pengetahuan mengenai cara bertindak, melainkan cara berprilaku ketika tidak tahu apa yang harus dilakukan. Orang yang disebut intelegen adalah orang yang ketika gagal menaklukan sesuatu, tidak akan merasa malu atau takut akan kesalahan-kesalahannya, melainkan mengambil pelajaran dari hal tersebut.
2.      Menanamkan rasa takut pada anak
Sering kali anak ditakut-takuti dengan hal yang absurd, hal ini secara tidak langsung telah merusak kapasitas intelektual dan kreativitas anak. Terkadang anak akan merasa takut karena tidak melakukan apa yang diinginkan pihak lain, takut melakukan kesalahan, takut gagal, takut salah dan lain sebagainya. Bahkan sering kali rasa takut yang sudah terbebtuk dalam diri anak justru dimanfaatkan untuk memanipulasi anak agar melakukan hal yang diperintahkan.
3.      Perusakan minat belajar dan kecintaan belajar tanpa pamrih
Sekolah tidak menjadi tempat yang menenangkan untuk anak, justru malah menjadi tempat yang menjemukan untuk anak. Anak dibuat bosan karena hari-harinya dipenuhi oleh tugas-tugas yang menumpuk dan berulang-ulang, padahal hal ini tidak menarik perhatian atau membangkitkan intelegensi anak. Orang tua dan guru berpendapat bahwa hal membosankan tersebut merupakan persiapan untuk hidup yang lebih baik kelak. Lebih fatal lagi, tugas-tugas tersebut harus dikerjakan dengan benar untuk setiap jawabannya. Dengan waktu yang tidak banyak sementara tugas yang menumpuk, memaksa anak untuk mengerjakan secara kilat, dengan cara seperti itu anak dibiasakan hanya sedikit menggunakan kapasitas berpikirnya. Anak-anak telah dipaksa sejak kecil untuk belajar agar memperoleh ganjaran-ganjaran seperti nilai 100, nilai A, bintang emas, dan yang lainnya. Dengan cara seperti itu secara tidak langsung mendorong anak untuk merasakan bahwa tujuan bersekolah adalah tidak lebih untuk mendapakan nilai yang baik, hal I ni akan merusak kecintaan belajar tanpa pamrih pada anak.
4.      Pengajaran yang salah
Salah satu contoh dari pengajaran yang salah adalah, ketika mempelajari geografi salah satu Negara, anak malah diperintahkan atau diajarkan bernyanyi lagu kebangsaan Negara tersebut. Contoh lainnya, doktrin sekolah yang menyatakan bahwa dengan menggambarkan soal pecahan, siswa dapat mengilustrasikan usaha mereka, meningkatkan tingkat pemahaman mereka mengenai soal pecahan dan menyelesaikan soal pecahan yang mereka kerjakan tanpa melakukan kesalahan. Nyatanya, siswa membutuhkan teori yang lebih dari ‘menggambarkan dengan gambar’, mereka membutuhkan contoh-contoh soal dengan penyelesaian yang rinci dan jelas. Bukan meraba-raba dalam air berlumpur tanpa tahu pasti apa yang harus didapatkan. Guru juga kerap hanya memberikan teori tanpa praktek dan terkadang secara tidak langsung guru menyebabkan siswa menjadi verbalism. Para pendidik terus-menerus mengajarkan hal yang yang tidak masuk akal, ambigu atau bahkan kontradiktif.
5.      Ketidakjujuran seorang guru
Guru terkadang membohongi anak saat anak tersebut mengajukan pertanyaan yang kurang dikuasai oleh guru. Selain itu guru sering menyebutkan bahwa dirinya menyayangi seluruh anak dikelas, tapi pada kenyataannya guru menunjukkan kasih sayang yang lebih pada beberapa anak dalan kelas tersebut.
Di dunia pendidikan yang terjadi sampai sekarang ini, ketika akan diadakannya ujian nasional, guru yang memberitahu jawabannya. Bagi guru itu satu-satunya cara mendapatkan presentase nilai yang pantas atau bahkan di atas batas kelulusan. Dapat dikatakan yang kebanyakan guru inginkan dan hargai bukanlah pengetahuan dan pemahaman tetapi penampakan luarnya saja, dapat dilihat ketika suatu sekolah berhasil meluluskan 100% siswanya, dengan bangganya kepala sekolah mengumumkan kelulusan sekolahnya 100%. Tentu saja dapat menaikan reputasi sekolah dihadapan sekolah lain. dengan bangganya ketika orang memberikan pujian faktanya dibalik kesuksesan terdapat ketidak jujuran. Dan ini yang membuat pendidikan di Indonesia semakin buruk. Tidak hanya dalam ujian nasional saja, ketika melakukan ujian sekolah pun untuk mendapatkan presentase nilai  yang pantas dengan mengumumkan jadwal ulangan, menceritakan dengan detil materi yang akan muncul, dan memberitahukan dari awal macam-macam pertanyaan yang akan diberikan, faktanya dimana-mana guru melakukan hal yang sama, padahal guru menyadari  apa yang dilakukannya tidaklah benar, tetapi guru memiliki ketidak beranian untuk menjadi orang pertama yang menghentikannya. Guru beranggapan itu tidak terlalu menjadi masalah, tentu saja sangatlah keliru, hal itu merupakan masalah  besar, sangat merugikan para siswa, dengan pemahaman ‘’jujur itu tidak penting’’, dan sangat merugikan bagi siswa yang benar-benar berusaha paham, siswa yang tidak puas dengan mengetahui jawaban saja. Melalui peristiwa ini, teknik yang baik untuk mengajar ajari kemudian ujikan dengan tidak memberitahu jadwal ujian.
6.      Perumusan pengetahuan yang dianggap esensial

Pengetahuan yang esensial dirumuskan dalam kumpulan gagasan yang dikenal dengan kurikulum. Padahal pada kenyataannya pengetahuan itu sendiri berubah. Banyak hal yang dipelajari anak di sekolah akan terbukti tidak benar beberapa tahun kemudian. Di sekolah, anak dijejali berbagai macam pengetahuan dari masing-masing pelajaran, padahal tidak semua anak minat terhadap pengetahuan-pengetahuan tersebut, dan tidak ada yang dapat menentukan secara pasti pengetahuan macam apa yang akan dibutuhkan beberapa tahun kedepan. Sekolah harus dijadikan sebagai tempat yang dapat memuaskan rasa ingin tahu anak, mengembangkan kemampuan dan talentanya, mengejar minatnya dan merasakan keragaman kehidupan. Seharusnya pendidik berusaha mendidik anak agar mencintai pembelajaran dan belajar dengan baik sehingga anak mampu mempelajari apa saja yang perlu dipelajari.

7.      Rasa iba yang salah terhadap siswa
Ubah cara pandang guru terhadap siswa seakan siswa tidak mampu mencari sendiri, semua anak cerdas, berhati-hatilah agar tidak menghambat kecerdasannya. Guru hanya perlu menarik perhatian siswa, menuntunnya dan mengawasinya berjalan sendiri.
8.      Kurangnya kepekaan guru terhadap kesalahannya
Setelah mengerti bahwa cara guru mengajar   akan sangat membantu para siswa, atau mungkin malah tidak berguna sama sekali, dan sebagian lagi bahkan benar –benar merugikan, seharusnya guru mengetahui mengenai cara yang mana dan dalam situasi apa. Inilah tugas terpenting guru khususnya yang memiliki siswa yang masih berusia muda, yaitu membuat mudah diakses  suatu  bagian dunia atau pengalaman manusia yang menarik, menggembirakan, penuh makna, transparan, dan secara emosial. Adapula guru yang melakukan pengajaran yang menimbulkan ketegangan. Perasaan tegang ini akan mengganggu kenyamanan para siswa, dan sering kali guru tidak mampu mencairkan ketegangan tersebut.
Kesalahan lainnya yang tidak disadari guru adalah kurangnya pengawasan terhadap siswa yang berbuat curang atau mencontek, bakan anak yang pintar pun terkadang memanfaatkan citra pintarnya untuk mengelabui guru dalan ujian, ketika mendapat nilai yang baik, seolah-olah anak tersebut yang mengerjakannya secara jujur. Faktanya banyak kesalahan yang terjadi dengan keseluruhan struktur sekolah. Dalam suatu peristiwa ada seorang guru terbaik yang berada di sekolah terbaik. dengan tingkat kecerdasan, pendidikan dan berpengetahuan luas, memiliki latar belakang akademis yang baik. Ketika mengajar di suatu kelas, dan guru tersebut memberikan soal. Setelah anak-anak selesai mengerjakan soal, seorang anak membacakan jawabannya, tidak lama kemudian ada anak lain yang mengangkat tangannya. Sebelum anak itu membacakan jawabannya, guru tersebut telah menyanggah jawabannya dengan berkata “ saya tidak ingin mendengar jawaban yang salah”. Anak tersebut tidak berkata apa-apa lagi. Selama dua puluh tahun guru pengalaman guru tersebut mengajar. Apa yang membuat guru seperti itu dikatakan guru yang baik? tidak pernah terpikir olehnya akan berharga baginya untuk mendengar jawaban yang salah, dengan harapan mendapat kesempatan untuk mempelajari dan mengetahui mengapa kesalahan itu terjadi. Faktanya dalam pendidikan, jika kita ingin melihat, kita dapat menemukan banyak jawaban yang salah. Dalam kehidupan nyata inilah yang terjadi, ketika semua jawaban ujian yang dinilai dengan menggunakan mesin, akan langsung menandai jawaban sebagai jawaban yang salah, tanpa mempelajari mengapa kesalahan itu terjadi.


9.      Kebiasaan buruk para siswa
Terkadang ada siswa yang ingin menonjolkan diri di mata gurunya sambil memojokkan rekan-rekan mereka, adalah ‘pengadu’ yang hebat. Masing-masing dari mereka mengatakan hal yang kurang baik dari temannya sendiri hanya untuk terlihat lebih menonjol dibandingkan teman-temanya yang lainnya. Masalah lain yang seringkali timbul dalam proses pembelajaran di dalam kelas adalah kegaduhan atau suara-suara bising dari peserta didik, sebenarnya hal seperti itu  banyak memberi siswa kesempatan untuk bergaul satu sama lain. Tetapi mereka akan menjadi sangat bersemangat sehingga sering menjadi sangat gaduh. Pada saat seperti itu guru harus mampu menentukan suatu cara untuk mengendalikan suasana kegaduhan yang terjadi karna guru terkadang perlu ketenangan ketika akan menyampaikan suatu hal atau menjelaskan sesuatu.
10.  Ketidaknyamanan siswa yang tidak disadari guru

Faktanya yang terjadi dalam dunia pendidikan hingga sekarang ini, sekolah menjadi tempat terpuruk bagi anak. Dapat diartikan anak tidak dapat mengekspresikan kebebasannya, seperti anak yang baru berusia satu, dua sampai tiga tahun mereka melakukan segala yang mereka lakukan dengan sepenuh hati. Mereka bebas berekspresi dan menikmatinya, hal ini yang membuat mereka belajar dengan sangat cepat dan menjadikan dunia sebagai sahabatnya. Berbeda dengan keadaan pendidikan yang sampai sekarang ini membuat anak patuh kepada guru, memaksakan mereka agar mendengarkan kita,menatap wajah guru, dengan sikap duduk yang baik, tangan berada diatas meja, saat itu anak merasa dipaksa agar mereka mematuhi aturan yang ada di kelas, tetapi faktanya pikiran mereka entah kemana, mereka lebih fokus terhadap apa yang menurut mereka menarik. Terlihat anak sedang mengenakan topeng dengan berakting berpura-pura menyenangkan gurunya, dengan memperhatikan tanpa mengerti dan memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan tidak menunjukkan kemampuan dan kecerdasan mereka. Dilihat dari kasus ini, perhatian anak harus dipancing dan ditangkap. Guru harus memiliki strategi untuk mengajar agar proses pembelajaran berlangsung secara menarik. Karena perhatian anak sangatlah penting, agar anak mudah memahami materi yang disampaikan guru. Anak-anak datang ke sekolah dengan segala keingintahuan. Untuk anak kelas satu, dua, hingga tiga anak akan lebih aktif untuk bertanya, dan guru akan dibanjiri dengan pertanyaan tetapi untuk kelas lima hingga enam guru tidak akan dibanjiri pertanyaan seperti kelas rendah. Mereka tidak memiliki pertanyaan bahkan tidak ada keinginan untuk bertanya. Citra diri dan rasa malu membuat anak tidak ada keinginan untuk bertanya. Kebosanan serta perlawanan boleh jadi penyebab kebodohan dan ketakutan yang dialami anak di sekolah. Dapat diambil peristiwa ketika anak diberi tugas oleh guru, boleh jadi karena rasa takut, entah mau melakukannya tetapi bosan, anak akan mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan perhatian, tenaga, intelegensi minimal. Dan ini akan menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan oleh anak.

11.  Kekerasan dalam kelas

Fenomena mengerikan yang juga sering terjadi pada lembaga formal adalah pemukulan anak di dalam kelas, bahkan ada yang harus dilarikan ke rumah sakit karena luka pukulan yang parah. Untuk tingkatan sekolah yang lebih tinggi malah diadakan seremoni pelecehan yang terjadi pada tahun-tahun awal sekolah. Hal ini akan menyebabkan munculnya rasa takut dan penurunan mental pada anak. Kekerasan yang terjadi tidak hanya kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan mental, ratusan orang mulai dari para guru, asisten mengajar, orang tua yang mengajar anak-anak mereka sendiri, bahkan siswa itu sendiri telah banyak yang menginformasikan mengenai seringnya mereka, bahkan juga sangat sering lagi dari guru itu sendiri, melontarkan ejekan kepada siswa yang agak tertinggal dalam pelajaran. Kebanyakan siswa di sekolah cenderung takut akan olok-olok dan ejekan dari teman-temannya serta olok-olok dari guru mereka sendiri atau yang sekarang lebih di kenal dengan istilah bullying. Namun pada kenyataanya kebanyakan guru tidak memperhatikan hal ini, mereka beranggapan mengapa harus repot-repot mengurusi satu siswa yang menjahari siswa lainnya, sedangkan banyak hal lain yang harus guru tersebut kerjakan. Bahkan pernah terjadi seorang siswi berumur 10 tahun ia menjadi korban dari persekongkolan dari teman-teman sebaya nya, ia di acuhkan dan sama sekali tidak mengajaknya bicara selama berminggu-minggu. Dan ternyata kejadian ini lepas dari pengamatan guru tersebut.

D.    Kesimpulan
Buku yang berjudul “Mengapa Siswa Gagal” karya John Holt ini sangat bermanfat bagi perkembangan pendidikan agar lebih baik, terutama bagi seorang pendidik. Buku karya John Holt ini sangat disarankan untuk dibaca oleh orang-orang yang terjun dalam dunia pendidikan. Buku ini memuat kasus-kasus dalam dunia nyata yang dapat membuat pembaca mudah memahami kesalahan apa yang menyebabkan kegagalan yang dialami siswa. Kesalahan-kesalahan tersebut diantaranya ; Pengertian yang salah mengenai intelegensi, menanamkan rasa takut pada anak, Perusakan minat belajar dan kecintaan belajar tanpa pamrih, pengajaran yang salah, ketidakjujuran seorang guru, perumusan pengetahuan yang dianggap esensial, rasa iba yang salah pada siswa, kurangnya kepekaan guru terhadap kesalahannya, kebiasaan buruk para siswa, ketidaknyamanan siswa yang tidak disadari guru, kekerasan dalam kelas.

1 komentar:

Bang Fajar mengatakan...

thanks sudah meresume....

Posting Komentar

 

Me, and In Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review